About This Blog

Kamis, 31 Mei 2012

Perjalanan dan kisah seorang Bunda



Catatan kali ini adalah kisahku bersama seorang Bunda Indah di sebuah perjalanan, saya menyebutnya curhat di atas kereta episode satu. Semoga barokah setiap pembicaraan yang bermanfaat untuk saling mengingatkan kebaikan dan juga..mengingat kebesaran Allah Azza wa Jalla yang telah mempertemukan kami. Happy reading!

@Arek Surokerto, November 2010.
Bismillahirrohmaanirrohim..
“Permisi bu..” ucapku seraya meletakkan tas tepat di kabin atas tempat dudukku di dalam kereta.
Seorang ibu yang duduk disebelahku melihatku sambil tersenyum kemudian memulai percakapan.
“Mbaknya tiap hari ya naik kereta ini?” pertanyaan tersebut meluncur dari ibu tersebut setelah aku membenarkan posisi duduk ku.
“Oh tidak bu..saya kebetulan saja hari ini ada perlu di Surabaya” jawabku sambil sesekali menoleh ke sebelah kananku, posisinya duduk.
“Hm.. saya kira tiap hari naik kereta ini.” tambahnya.
“Memangnya kenapa bu?” tanyaku kemudian. Di dalam hati aku menebak-nebak, pasti ibu di sebelahku mau Tanya jadwal kereta ekonomi yang biasa ku naiki ini.
“Nda, saya mau Tanya kalo kereta yang dari Surabaya nanti sore jam berapa ya jadwalnya?” benar saja, ibu ini menanyakan jadwal juga. Pasti si ibu di sampingku ini baru kali pertama naik kereta yang juga kunaiki tersebut.
“Ooh..kalo dari Surabaya nanti sore ada bu, jam setengah lima.” Jawabku kemudian.
“Saya baru tau kalo ada kereta sepagi ini ke Surabaya. Alhamdulillah, akhirnya saya nda perlu kejar-kejaran lagi dengan bis. Biasanya saya naik bis mbak ke Surabaya, dan kalo Senin begini pasti rame sekali. Berdesakan pula di dalam karena nda dapat tempat duduk.” Si ibu yang baru saja saya kenal itu mulai bercerita. Sejurus kemudian saya melihat ada kebaikan dari binar matanya. Tampaknya ibu ini baik dan ramah jadi saya bisa punya teman ngobrol selama perjalanan. Ya, kebetulan hampir selalu saya naik kereta ekonomi ini untuk pergi ke Surabaya. Arek Surokerto, begitulah nama kereta tersebut.
“Oh begitu ya bu. Padahal kereta ini sudah lama lho beroperasi, setahun yang lalu kalo tidak salah. Setiap pulang kampong saya selalu naik ini dulu waktu masih kuliah”. Akhirnya percakapan kami pun mulai mengalir, obrolan yang berlangsung tidak melulu soal kereta lagi hingga akhirnya saya tau nama ibu tersebut. Sebut saja Ibu Indah.
“Saya punya anak yang special banget mbak..” tiba-tiba Bu Indah membuka cakrawala kehidupan keluarganya. Tidak perlu menunggu lama, saya sontak memasang telinga “baik-baik” dan siap mendengar lanjutan cerita anak spesialnya itu.
“Dia masih SD kelas 5, tapi bakatnya luar biasa. Akademis OK, non-akademisnya pun mengagumkan” lanjut Bu Indah kemudian.
“Subhanallah,” desis saya demi mendengar ceritanya.
“Iya mbak, nilai matematikanya di sekolah tidak pernah luput dari angka 100. Dia jago nari, dan pernah ikut pildacil (kompetisi dai cilik yang pernah diadakan salah satu stasiun TV swasta)” Bu Indah menjelaskan detail sesuatu yang membuat anaknya yang belakangan saya tau namanya Fifi, sangat special di matanya pun di mataku sebagai orang lain. Sejurus kemudian pikiranku mengembara, Yaa Allah betapa bahagianya ibu ini dikaruniai anak yang cerdas lagi shalih. Aku yang sejak tadi memendam rasa penasaran pun memberanikan diri bertanya.
“Rahasianya apa bu, anaknya bisa sepintar itu? Saya yakin di balik kehebatan seorang anak ada seorang ibu yang luar biasa juga” sambil melempar senyum ke Bu Indah yang sedari tadi tak berhenti menyunggingkan senyum manisnya. Beliau tertawa sejenak, kemudian terdiam dan terlihat sedang memikirkan sesuatu. Aku mencoba menelisik apa yang sedang dipikirnya, mungkin dia sedang mencoba mengingat-ingat kembali hari-hari yang dilalui bersama anaknya. Mengingat perjuangannya sebagai seorang ibu dalam mendidik dan mengasuh anaknya bercucur peluh.
“Yang jelas saya selalu berusaha meluangkan waktu saya untuk anak-anak saya menjelang waktu tidur mereka mbak. Saya biasa membuka ruang seluas-luasnya pada mereka untuk berbagi cerita dengan saya. Selain saya bisa mengawasi kegiatan anak saya selama saya tidak ada, saya juga bisa memasukkan nasihat-nasihat untuk setiap persoalan yang mereka hadapi. Alhamdulillah hal tersebut sangat ampuh membentuk akhlak mereka.” Cerita bu Indah panjang lebar. Aku pun teringat tentang salah satu metode membentuk akhlak anak adalah via “cerita” atau dongeng yang sekarang ini sedang digemborkan oleh para ilmuwan.
Singkat cerita, Bu Indah bukanlah seorang istri dan ibu tanpa pernah karam dalam badai problematika rumah tangga. Dari beberapa cerita yang mengalun sepanjang perjalanan kami, terbesit dalam hatiku rasa kagum yang luar biasa pada ibu dua anak ini. bagaimana tidak, pengkhianatan bahkan kekerasan yang pernah dilakukan oleh suaminya tak sanggup meruntuhkan ketabahan Bu Indah. Beliau hanya tersenyum getir mengingat kejadian itu dan berkata, “Saya ikhlas mbak, walaupun seluruh keluarga saya menganjurkan untuk sebuah perceraian. Tetapi saya lebih memilih kebahagiaan anak-anak”. Subhanallah..
***
Mungkin teman-teman pernah mendengar kisah serupa, kekuatan seorang istri dan ibu dalam menjaga keutuhan rumah tangga? Ya, aku sudah beberapa kali mendengar cerita Bunda lain yang serupa. Dari sekian banyak cerita, aku teringat satu nasihat dari seorang Bunda padaku.
Letak keutuhan rumah tangga dan letak kebaikan akhlak seorang anak adalah di tangan seorang Ibu. Sebejat apapun bapaknya tetapi bila ibunya adalah seorang yang shalihah, insyaAllah anak akan tumbuh menjadi anak yang shalih.

Dan ada pepatah mengatakan bahwa, Ibu adalah tiang negara. Kokoh atau hancurnya negara tersebut terletak pada wanitanya. Itu artinya ibu adalah pencetak umat berkualitas yang paling utama dan pertama. Ibu yang mendidik generasi penerus bangsa dan lingkungan terkecil dari seorang anak adalah keluarga dimana penanggung jawab pengasuhan mereka terletak pada seorang ibu.
Kalau begitu, para wanita..baik yang akan menikah, merencanakan menikah, atau yang masih ingin merintis karir. Kelak kita semua akan menjadi seorang ibu, baik cepat atau lambat. Lalu sudah siapkah kita? Sudah siap kah jasmani dan ruh kita? Bukan hanya itu saja, terutama sudah siapkah ILMU kita untuk menjadi seorang ibu? Jawablah dengan jujur teman, bunda, dan para wanita-wanita milik Allah. Karena kelak bukankah kita akan diminta pertanggung jawaban akan hal itu?

“Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya.” (HR Muttafaq ‘alaih)
PS: dilain kesempatan insyaAllah aghita akan berbagi kisah menarik lainnya tentang Bunda dan perjuangannya..semoga sekedar catatan ini sarat akan hikmah dan bermanfaat untuk pembaca=)

0 komentar:

APAKAH BLOG INI LAYAK DITAMPILKAN??